Powered By Blogger

Senin, 19 Desember 2011

Cerita Pendek


Ini hanya cerita pendek yang kubuat, semoga kalian menyukainya~ silahkan membaca :)
 
Judul: Gedung Lama Sekolah
Tema: Horror

Gedung Lama Sekolah
Suatu hari di waktu pagi, aku melihatnya lagi. Disana berdiri sendiri, dengan sebuah buku merah di tangannya. Sudah lama aku melihat gadis itu disana. Biar saja kupendam rasa keingintahuanku ini kepada siapapun. Gadis itu memakai baju lengan pendek dan rok selutut, rambut panjangnya menghiasi setiap ia berjalan. Aku tahu, memang aneh jika ada seorang maniak ilmu sepertiku ini mau menjadi temannya.
“Mei! Kamu kenapa?” tiba-tiba Jenny datang.
“hee, tidak ada apa-apa..hanya saja soal pembahasan ini sangat sulit.” Kataku terkejut. Aku tidak bisa berbohong seperti ini lagi. Aku sebenarnya ingin cerita tentang ini kepada semua orang.
“Sebentar lagi masuk jam pelajaran pertama lho! Ayo kita ke kelas.” Ajak Jenny. Aku mengikuti Jenny ke lantai atas untuk mengikuti pelajaran pertama. Bel pun berbunyi, tetapi gadis itu tidak bergerak dari tempatnya. Apa dia bukan murid di sini, atau hanya ingin mencari udara segar di pagi hari?.
Pelajaran hari ini adalah pelajaran kesukaanku. Pelajaran pertama ada bu Yas dengan buku teori Matematikanya, kemudian Bahasa Inggris dan ada juga pembahasan soal-soal Geografi. Hampir semua pelajaran kusenangi. Saking senangnya belajar, aku lupa dengan gadis yang belakangan ini menarik perhatianku. Akhirnya saat istirahat datang, aku bagi waktu bacaku dengan berjalan-jalan didalam sekolah. Lagipula aku juga penasaran, gadis itu sebenarnya kelas berapa. Tapi, bodohnya aku adalah saat berjalan aku melewati daerah yang disinyalir oleh teman-teman menakutkan. Sedikit takut memang, namun kupikir untuk apa takut. Akhirnya aku beranikan diri menyusuri lorong tua tersebut. Beberapa menit kemudian aku merasa terbiasa dengan gedung lama sekolahku ini. Oh tidaak! Aku telah sampai di gedung lama sekolah, seharusnya aku tidak masuk sampai sini. Lorong tua yang kumaksud adalah jalan yang menghubungkan gedung lama dengan gedung baru yang sekarang dipakai.
Bagaimana ini? Aku terdiam di depan pintu kelas, di sekelilingku terlihat kusam dan berdebu. Aku tidak meyukai tempat ini, kuharap seseorang akan datang dan menolongku keluar dari sini. Apapun yang terjadi semua ini memang kesalahan keingintahuanku yang besar akan gadis manis itu. Aku harus berhenti memikirkannya. Aku harus keluar dari gedung tua ini. Menyusuri langkah yang telah kulalui. Kumulai langkah yang pertama, kedua, ketiga…kelima, kedelapan. Aku merasa dingin dan merinding, kuubah cara jalanku. Sekarang aku jalan cepat menyusuri lorong yang hanya diterangi sinar matahari yang masuk melalui jendela. Terus, terus, dan terus berjalan seakan tidak ada pintu keluar dari gedung ini. Aku merasa aneh, terdengar suara langkah kaki yang berbeda.. suara itu datang dari arah belakang. Keadaan ini sangat tidak nyaman bagiku. Aku mulai berhati-hati dengan arah jalanku, karena lantai di lorong ini sudah mulai rapuh dan gampang roboh, tapi setelah langkah ketiga.  Aku merasakan gaya gravitasi yang cepat…
“WAAA..!” teriakku kencang sambil memejamkan mataku. Hangat, tanganku merasa hangat.
“Eeh, terima kasih yaa.” Kataku kepada anak laki-laki itu. Ia telah menolongku dari maut kecil tadi. Aku hampir terjatuh tetapi untungnya aku telah diselamatkan olehnya.
“Kau tidak apa-apa?” jawabnya, kemudian aku menganggukkan kepalaku seraya mengatakan bahwa aku baik-baik saja.
“Pergilah, sekarang sudah mau memasuki jam pelajaran. Lain kali hati-hati ya.” Pesannya kepadaku sambil tersenyum seakan menertawaiku. Sepertinya aku mengenalnya, tapi aku ragu. Murid laki-laki itu, kurasa dia yang selalu kutemui berjalan di dekat toko buku bekas langgananku. Tetapi ada keperluan apa dia di gedung tua ini?..
Pulang sekolah pun tiba, hari ini aku terpakasa jalan kaki sendiri. Karena teman dekatku Rossie sedang sakit, apa aku harus menjenguknya lagi yaa. Mungkin nanti akan kuceritakan semua  ini kepadanya saat aku menjenguknya lusa.
Sejak kejadian istirahat tadi aku tidak bisa konsentrasi belajar di sekolah, hanya karena satu laki-laki misterius itu. Kurasa aku dan dia pernah masuk kelas yang sama. Kelas apa, Kimia atau Bahasa ya. Aku tidak tahu, sudahlah lupakan.
Hari ini gadis itu lagi-lagi kembali berdiri di bawah pohon besar itu. Sendiri dan tetap membawa buku merahnya. Besok aku akan menegurnya, kuharap tidak akan terjadi apa-apa. Istirahat pun tiba, aku bergegas keluar teras kelas. Aku melihatnya lagi di lapangan dekat pohon, sekarang ia sedang membaca buku merahnya. Aku merasakan hal aneh, melihat rambutnya tertiup angin yang lemah. Membawaku jadi mengantuk dan mulai berkhayal tentang hari esok saat aku menyapanya pertama kali. Semoga waktu cepat berlalu.
Pagi yang cerah untuk memulai aktivitas sehari-hari. Sungguh menyenangkan, aku siap untuk menyapa gadis itu hari ini. Sebelum ke kelas, aku langsung pergi ke lapangan. Dan gadis itu berdiri seperti biasa di sana. Perlahan-lahan aku berjalan mendekati dia, dan sekarang ia menatapku dengan matanya. Wajahnya memperlihatkan senyuman yang manis, kuangkat tanganku untuk mengatakan salam. Tetapi tiba-tiba laki-laki yang kemarin menolongku menghadangku untuk menyapanya.
“Hei!” sahutnya dan langsung menyeretku ke tepi lapangan. Senyum yang hadir di wajah gadis itupun pudar dan laki-laki ini penyebabnya.
“Kita harus membicarakan ini secepatnya, kita ketemu lagi setelah pulang sekolah di tempat kita bertemu kemarin.” Ulasnya dengan cepat.
Aku terkejut, apa salahku ingin berkenalan dengannya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sebaiknya aku, mengikuti perintah darinya. Walaupun baru dua hari mengenalnya.
Pulang sekolah, akhirnya aku pergi menemui laki-laki itu. Sesampainya di lorong tua itu, aku terus menunggu. Sepuluh manit pertama aku luangkan dengan mambaca buku yang kubawa. Dua puluh menit selanjutnya, aku mulai bosan dengan menunggu di lorong menyeramkan ini. Aku berlari kecil untuk keluar dari lorong tua itu. Tiba-tiba laki-laki itu ada di depan mataku.
“Kau, menepati janjimu. Maaf terlambat, hari ini ada gangguan sedikit. Namaku Edi Nugroho. Biar kujelaskan sambil berjalan.” katanya kepadaku. Aku pun langsung mengikuti di sebelahnya dengan berjalan seirama dengan langkah kakinya.
“Kamu lihat perempuan di pohon besar lapangan?” tanyanya dengan wajah yang sedikit ingin tahu. Aku bingung, apa yang sedang terjadi.
“Iya, aku sering melihatnya, dan penasaran olehnya. Bagaimana kau bisa tahu?” balasku dengan pertanyaan.
“Baiklah kalau begitu, akan kuceritakan sebuah cerita yang terjadi di sekolah ini, saat dulu kala.” Jelasnya sambil memelankan langkah kakinya. Setelah itu, ia pun bercerita dengan panjang lebar. Sedikit demi sedikit setelah aku mendengar cerita darinya aku mulai mengetahui semuanya. Bahwa perempuan yang selama ini kukagumi untuk mejadi temannya adalah seorang arwah penasaran. Awalnya aku sempat tidak percaya dengan perkataannya. Setelah aku sampai di rumah aku merenung sendiri di kamarku. Gadis itu sebenarnya seorang perawat di sekolahku dulu, tahun 1975. Tidak terpikir olehku, namanya Maya, ia bekerja di UKS sekolah untuk mengobati siswa-siswi yang sakit. Ia sangat menyukai pekerjaaannya, namun karena pekerjaannya lah ia mendapatkan hambatan dalam kehidupannya. Karena hatinya terasa sangat berat dan bimbang dalam memilih pekerjaan atau melanjutkan pedidikannya. Karena terus ditekan oleh orang tuanya untuk sekolah kembali. Akhirnya, ia pun mengundurkan diri, dan tidak diduga-duga, saat ia membereskan barang-barangnya di ruang UKS.  Gadis manis itu mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Maka pada saat itu sang perawat meninggal di ruang UKS sekolah lama. Rumornya, ia senang duduk-duduk di bawah pohon besar di lapangan. Dan ia selalu membawa buku catatan merahnya.
Aku masih termenung dan tetap memikirkannya. Tiba-tiba saat aku menyendiri, ada yang mengetuk pintu kamar. Tapi ini sungguh aneh, sekarang adalah pukul 01.30 pagi. Semuanya pasti sudah tidur. Pelan-pelan aku menghampiri pintu kamarku dan saat kubuka ada arwah perawat Maya dengan wajahnya yang tidak manis lagi, ini sangat mengejutkanku. Ia memegang tanganku dengan tangannya yang keriput dan setelah itu tangannya mengenai kedua pipiku yang dingin. Aku sangat takut, kupejamkan mataku. Dan berkata kepadanya.
“Maya, aku sudah tahu semuanya. Maaf aku selalu memperhatikanmu akhir-akhir ini. Kumohon jangan ganggu aku lagi.” Pintaku kepadanya, baru kali ini aku melihat bentuk aslinya. Akhirnya tangan dingin keriput itu melepaskan pipiku, dan sesaat aku merasakan angin berhembus didepan wajahku dan menerpa lemah rambutku.
Esoknya aku demam tinggi, badanku panas. Mungkin ini efek samping dari pertemuanku dengan Maya. Dua hari berlalu sejak itu, aku pun kembali masuk sekolah. Rossie sudah sembuh dan kembali masuk bahkan Sabtu lalu dia menyempatkan diri menjengukku saat aku sakit. Kemarin sudah kuceritakan semua kepadanya, namun ia tidak percaya kepada apa yang kuceritakan padanya. Di sekolah aku merasa terlihat asing, aku dan Rossie juga tidak seperti biasanya yang selalu bersama. Sekarang ia lebih sering bersama novelnya. Aku juga sudah tidak melihat Maya lagi di bawah pohon. Edi sepertinya tetap menjadi seorang yang misterius.

Maaf yaa, haha saya memang tidak pandai menulis. ^__^ lalala
terima kasih sudah membaca cerpen ini :D