Seharian ini aku tidak tahu ingin
berbuat apa, lama-lama aku bisa bosan bila tetap berada di kamar ini. Semuanya
memang gara-gara si Joe, dasar anak itu. Bukannya menyelamatkanku malah kabur.
Hukuman ini akan berakhir jika aku meminta maaf kepada Ibuku dan aku juga harus
membantunya di rumah selama satu minggu. Mungkin itu pekerjaan yang gampang
untuk anak perempuan biasa, tetapi untuk perempuan sepertiku pekerjaan itu sangatlah sulit.
Aku ini seorang yang kaku, tidak
bisa dandan seperti teman-temanku yang lainnya, dan selalu saja mudah tersulut
emosi. Mungkin bila aku bisa merubah penampilanku yang urakan ini menjadi
seorang putri yang cantik, Ibu pasti akan memaafkan segala kesalahanku. Yah,
begitulah Ibuku. Ia menginginkan penampilanku yang sekarang ini bisa berubah
dan menjadi perempuan asli. Akan kupikirkan keinginannya ini, sebenarnya aku
juga terasa aneh. Bila terus bersosialisasi dengan anak cowok di Sekolah, apa
tidak aneh bila ikut tim futsal putra di Sekolah. Aku nggak habis pikir, siapa
yang memasukanku ke dalam tim futsal putra. Apa iya, karena gaya penampilanku ini
yang mirip laki-laki? Kuharap aku bisa merubah diriku sedikit demi sedikit.
Akhirnya aku keluar kamar dan
menemui Ibuku di dapur.
“Bu, aku minta maaf.” Kataku
langsung. “Untuk apa, memang kamu berbuat salah?” tanyanya.
“Lho, memang Ibu sudah lupa aku
yang membuat semua berantakan di rumah ini. Aku yang mengajak semua
teman-temanku kesini dan berbuat onar saat Ibu pergi selama 2 hari kemarin. Aku
minta maaf dan aku akan mengalami hukuman membantu Ibu dalam satu minggu ini.” Jelasku
kembali.
“Camille, kamu sudah besar-kan?
Sudah saatnya kamu kenal apa itu rumah tangga, jadi itu semua bukan hukuman
untukmu. Itu semua sudah kewajibanmu sebagai anak perempuan nak.” Jawab Ibu
menasehatiku.
“Iya, iya, iya. Kalau begitu apa
yang perlu aku bantu hari ini?” jawabku singkat seakan ingin obrolan nasehat
itu berhenti. Ibu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan berkata
“Mulailah bersihkan kamarmu terlebih dahulu.”
Aku langsung naik lagi keatas
menuju kamar kesayanganku. Hmm, kita lihat kamarku mungkin kamar yang terburuk
bagi Ibuku untuk ditiduri. Karena disana-sini terdapat komik dan majalah.
Bahkan aku tidur diatasnya, selama ini memang aku tidak pernah membereskan
kamarku. Selalu saja Ibu yang bertugas membereskannya setiap aku pergi ke
sekolah. Ini saatnya kutunjukan pada Ibu kehebatanku dalam membersihkan
kotoran.
Kita mulai dari lantai kamar, aku
secepat mungkin membersihkan lantai dengan sapu. Sebelumnya kupindahkan dulu
majalah dan buku pelajaran yang ada di lantai ke meja belajarku yang belum
pernah kupakai. Setelah semuanya selesai, aku mulai menyapu dan itu hal sangat
berat, aku hanya sesekali menyapu di Sekolah bila aku terlambat dan itu
meyebalkan. Namun pengalamanku kali ini mungkin menyenangkan karena aku
mendapatkan hal positif setelah aku menyapu kamarku, yaitu kamarku terlihat
lebih rapi 3,5%. Yaa, walaupun sedikit tapi itu adalah kemajuan bukan.
Selanjutnya aku berhadapan dengan meja belajar dengan buku-bukuku yang
menggunung diatasnya. Aku bingung akan kutaruh dimana buku-buku itu bila laci
meja sudah penuh nanti, sedangkan aku tidak mau semua majalah dan komikku
dibuang Ibu ke tong sampah depan rumah. Aku menyayangi benda-bendaku. Jadi, aku
akan menyiapkan kardus untuk menyimpan semuanya. Kalau bisa Ibu membelikanku
satu rak buku agar aku bisa menaruh semua buku majalah dan komiku didalamnya.
Tetapi untuk sementara akan kusimpan di dalam kardus ini saja dulu.
Sesaat aku memindahkan semua
buku, majalah dan komikku ke dalam kardus, Ibu datang dan berkata “Kamu
seharusnya membagi kardus itu, jangan semuanya dimasukan seperti itu. Satu
kardus untuk buku, satu kardus untuk majalah dan satu kardus lagi untuk
komikmu. Hanya sekedar masukan, baiklah teruslah bekerja tuan putri.” Katanya
kepadaku.
Tak lama setelah Ibuku pergi, tidak
tahu ada apa aku langsung menuruti masukan dari Ibu karena kuanggap cara itu
memang menjadikanku lebih gampang menaruh semua buku ini dan menghemat waktuku
pula. Kira-kira setelah 3 jam bergelut dengan kamar, aku-pun dapat merasakan
hasil dari pekerjaanku ini. Kamarku jadi terlihat lebih rapi, ya tidak sia-sia
aku menuruti kata Ibu. Besok saat masuk sekolah akan kuhadang si Joe,
mentang-mentang punya kesempatan untuk kabur. Tidak menolongku terlebih dahulu,
dasar teman macam apa dia. Tapi, aku sedang dalam tahap merubah diriku. Mungkin
aku akan menyapanya saja besok. Aku tidak mau terlihat sebagai perempuan yang
tomboy.
Baik hari ini saatnya perubahan
besar Camille. Setelah aku mandi, dan menyisir rambutku aku langsung pergi
sarapan bersama Ibu. “Ada yang beda dengan kamu Sam, apa ya. Kamu jadi lebih
rapi dan bangunnya juga pagi sekali hari ini, ada apa sih?” tanyanya heran.
“ahhaaahaa, iya dong. Soalnya aku sudah berubah.” Jawabku singkat sambil
sarapan.
“Kalau seperti ini terus kamu
pasti ga akan terlambat lagi ya. Baguslah kalau begitu, pertahankan nak.”
“Siap nyonya, aku berangkat dulu.
Masih ada tugas yang belum dikerjakan nih hehe.”
“Dasar anak nakal.”
Sesampainya di kelas, aku duduk
di sebelah Septi. “Selamat pagi, boleh duduk disinikan Sep?” sapaku kepadanya.
“…iya, tapi kok tumben Sam mau duduk di depan, Biasanya kan kamu duduk sama
Joe?” jawabnya. “Jadi, ga boleh nih duduk sini, yaudah ga jadi deh.”
“Bukan itu maksudku Sam, tapi aku
cuma bingung aja.”
“Iya nggak apa, hanya mau ganti
suasana, duduk di belakang aku ga begitu kelihatan apa yang ditulis guru. Okay,
duduk ya.. thanks.”
Tak lama kemudian Joe datang
menghampiri tempat dudukku. “Sam! Kemana aja lo kemarin? Di sms juga sama si
Haikal suruh tanding.”
“Ga ah, gw ga mau bohong lagi
sama panitianya.”
“Yaa ampun, lo cuma pake wig aja
itu panitia juga bakal percaya kalau lo itu cowok Sam. Lain kali ikut ya.
Masalahnya nama sekolah nih yang dipertaruhkan.”
“Tapi kemarin kalian menangkan,
ga jadi masalah dong. Lagian gw juga udah bosen yang namanya bola.”
“Waah, otaknya lagi ngawur nih
anak. Bukannya dulu lo pernah bilang kalau hidup lo hanya untuk bola, komik,
dan makan? Kenapa sih, ngambek gara-gara kemarin gw ga nolongin lo dari
kejadian itu?”
“Itu dulu kali Joe, udah deh.
Lagipula kemarin gw ga butuh pertolongan lo, gw bisa menyelamatkan diri gw
sendiri.” Kataku sedikit membentak. “Ya udah deh, kalo itu mau lo.” Jawab Joe
pasrah.
Aku ga habis pikir kenapa si Joe
itu begitu menyebalkan akhir-akhir ini. Aku harap dia bisa merubah dirinya
sepertiku yang sudah mengalami tahap awal perubahan diri.
“Septi, aku boleh lihat tugas
matematik ga? Susah nih, ga ngerti.” Omongku kepada Septi. “Oh, tugas yang itu
ya. Aku sih udah Sam, ini lihat saja.”
Katanya sambil menyodorkanku buku tulis matematikanya. “Thanks a lot Septi..!.”
Akhirnya bel-pun berbunyi dan jam
pelajaran pertama di mulai. Jika aku harus mendeskripsikan sekolah mungkin
sekolah itu adalah tempatnya orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan
membaca juga disana itu isinya hanya buku, buku dan buku. Untuk apa kalau hanya
untuk membaca tempatnya harus di Sekolah? Tapi itu pengertianku saat aku belum
merubah diriku atau disaat aku patah arah. Hm, harus kuluruskan mulai saat ini.
Kita di sekolah harus belajar untuk mencapai cita-cita. Aku harus bisa merubah
pikiranku sedikit demi sedikit. Pelajaran pertama Bu Hanna, dengan buku Bahasa
Indonesianya. Well, Bu Hanna itu baik
banget. Namun ga tahu kenapa, temen-temen sekelas suka ngerjain beliau. Yah,
begitulah kehidupan anak remaja. Aku ga ikut jahilin dia kok, soalnya aku tahu
Bu Hanna itu ga pantas untuk dikerjai. Saat
istirahat tiba, Joe kembali mengacaukan rencanaku untuk menjadi teman para
perempuan.
“Sam! Ayo main bola di lapangan.
Kelas 10 ngajakin tanding tuh. Hm, ayo ah! Lama banget sih.” Seru Joe dengan
mengambil tanganku sambil berjalan cepat menuju lantai bawah. Aku tidak tahu
apa yang terjadi. Aku hanya melihat punggung Joe dan tangannya yang memegang
tangan kananku. Ini terasa aneh, namun aku tidak tahu itu. Akhirnya aku sadar
setelah banyak orang-orang yang menyerukan kami berdua.
“Joe! Apaan sih lo. Gw ga main
bola lagi, bikin malu gw aja. Ikh!” kataku satengah berteriak sambil melepaskan
tanganku dengan tangannya.
“Sam, please untuk satuu.. kali ini aja. Kalau kita ga menang, anak kelas
10 pasti makin menjadi-jadi tingkahnya.”
Pintanya dengan wajah yang memelas.
“Gw tetap dengan pendirian gw,
kalian bisa kok tanpa adanya gw. -kan ada Haikal, Joe. Tenang aja lagi.” Kataku
kepadanya memberi semangat. Gimana gw bisa mengehindar dari situasi ini?
“Joe, gw mau ke toilet bye-bye!
Hehe” kataku kepadanya datar. Setelah itu aku tidak mendengar apapun dari mulut
Joe, mugkin dia shock karena perubahan drastisku ini. Tak apalah ini untuk
kebaikannya juga untuk berteman dengan perempuan lain bukan hanya dengan aku
saja. Banyak kali yang suka sama dia, siapa sih yang ga mau berteman sama Joe…
dalam perjalananku ke kelas aku bertemu Haikal.
“Sam, apa kabar? Tumben ke toilet
hehe” sapanya kepadaku. “Eeh, Haikal iyaa. Ga apa kok. Kata Joe mau sparring
sama kelas 10, kok lo ga ke lapangan?” Tanyaku .
“Pertandingan itu di tunda sampai
besok. Kayaknya besok juga bukan di sekolah tandingnya. Lo ikut-kan besok?” jawabnya.
“Waaa gw ga bisa, maaf ya. Harus
bantuin nyokap di rumah. Kasihan dia, gw ga pernah bantuin. Jadi ga enak
rasanya. Sorry, salamin aja buat
anak-anak yang lain. Thanks yaa.”
Gimana dong, gw ga bisa bilang
sama Haikal kalau gw ini sudah mau ngerubah diri dan ga mau main bola lagi.
Semoga secepatnya gw bisa ngomongin ini ke semua orang. Kumohon percepatlah
waktu untuk pulang!
Pulang sekolah tiba, dari istirahat
tadi sampai sekarang si Joe sudah ga ngobrol lagi denganku. Pertanda baik,
soalnya aku masih belum siap untuk jujur sama dia. Aku juga akan pulang seperti
halnya anak perempuan biasa, siapa juga yang mau nebeng terus sama si Joe. Aku
berjalan seperti biasa keluar pintu gerbang sekolah menyusuri jalan menuju jalan
besar dimana aku bisa menunggu angkutan umum disana. Namun tiba-tiba ada sebuah
motor hampir menyerempetku.
“Sam! Gimana sih lo gw tungguin
dari tadi. Ternyata malah jalan disini. Biasanya juga elo yang nunggu gw di
parkiran.” Katanya sambil menahan emosi.
“Sorry, gw ga nebeng deh hari ini. Harus ke Mini Market dulu, biasa disuruh belanja. Okay, bye Joe.” Jawabku kepadanya.
“Hari ini lo aneh banget sih Sam,
bener deh. Lo terus menjauh dari gw. Kalau gitu, sekarang gw temenin lo belanja.
Ayo, mendingan lo naik motor biar lebih cepet. Gw yang akan nganter lo ke Mini Market.” Paksa Joe sambil menyeret
tanganku dengan sigap.
“Ee..eeh! Apaan sih?” sontakku.
“Apaan sih, apaan sih. Udah deh diam aja, berisik tahu!” jawabnya setengah kesal.
Aku tidak dapat berbuat apa-apa
lagi, bagaimana aku bisa lari dari tangan Joe. Dia lebih kuat daripada aku,
malah mungkin sangat kuat. Soalnya tanganku mulai sakit dipegangnya. Akhirnya
kami berdua pergi ke Mini Market,
sesampainya di sana aku menyuruhnya untuk pulang. Tapi sepertinya dia masih
kesal akan sikapku tadi.
“So, here we are! Makasih
ya Joe, tapi sebenarnya lo ga perlu lagi nganterin gw segala. Yaudah deh, lo
pulang gih udah sore juga nih. Gw pamit, mau beli makanan dulu. Heheh” kataku sambil
menyisipkan senyum simpul maksa.
“Gw tunggu lo sampai selesai kok,
tapi jangan terlalu lama ya!” jawabnya sambil membuka helm miliknya.
“Joe, udah ah. Ga usah tungguin
gw, please. Gw bisa sendiri kok. Jangan
sok baik gitu deh. Biasanya juga lo ga pernah baik ke gw. Udah ah, berhenti
pura-pura baik gini. Aneh lo!” kataku sinis dan langsung masuk ke dalam mini market.
“Bukannya dia yang aneh sekarang?
dasar si Sam.” Katanya dalam suara kecil saat aku telah masuk ke dalam mini market.
Huuuh! Kenapa harus jadi begini
sih ceritanya, ngapain juga si Joe bela-belain nunggu gw. Padahal tahu sendiri
dia ga suka nunggu! Waaah, aku ada ide, biar aja aku belanja tapi kali ini
spesial. Karena belanja kali ini membutuhkan waktu ekstra. Aku yakin dia pasti
bosan dan langsung pulang. Baiklah kalau begitu, mari kita mulai…
Aku mulai dari sayuran, tapi
mungkin hanya sedikit sayuran yang kubeli karena stock di mini market ini juga hanya sedikit dan tidak lengkap. Setelah
mengambil beberapa jamur dan juga daun kangkung akhirnya aku menuju bagian
keperluan makanan kecil. Aku suka tempat ini, banyak makanan kecil yang jarang
dijual di warung-warung. Banyak sekali variasinya. Kuharap si Joe sudah mulai
tidak nyaman dengan keadaan ini. Kira-kira setelah 20 menit, belanjaanku sudah
selesai. Tapi tetap saja di Joe masih di luar menungguku. Hmm, kita lihat
nanti. Aku akan luangkan waktu 15 menit lagi.
Tidak sampai 15 menit si Joe
sudah mulai kesal. Akhirnya ketidak sabaran Joe pun terlihat. Yes! Aku menang. Aku lihat dia masuk ke
dalam mini market dan mulai mencariku
dengan wajahnya yang telah terlipat kesal. Aku persiapkan muka yang datar
sambil berpura-pura memilih prodak es krim. Kebetulan aku sedang berada di
depan kotak pendinginnya.
“Sam, kok lama banget sih. Masa’ belanja di mini market aja sampai 30 menit lebih!” kata Joe kepadaku.
“30 menit? Oh iya, maaf ya.
Yaudah lo pulang aja Joe. Gw jadi ga enak sama lo.” Jawabku pura-pura bingung.
“Enak aja, gw udah nungguin lo
capek-capek juga, pulang yuk! Bayar gih belanjaannya.” Suruhnya.
“Tapi, masih belum selesai nih,
gw masih harus beli es krim dulu. Terus pulpen gw juga habis kemarin jadi harus
beli sekarang.” Jawabku mencari alasan agar dia tidak mau mengantarku pulang.
“Yaudah cepetan, gw tunggu di
luar.” Katanya kepadaku.
Ikh! Siapa juga yang mau nebeng
sama dia, ampun! Gw kok ga bisa ya ngomong kalau gw mau sendirian? Huh,
nyebelin dasar. Maksa banget lagi. Kayaknya gw harus nyerah untuk kali ini. Akhirnya,
setelah kubayar semua belanjaanku aku keluar dari swalayan itu.
“Sorry lama Joe, gw sedikit bingung tadi milih prodak yang mana.”
Kataku mencari alasan yang cocok.
“Makanya, kapan-kapan
sering-sering deh bantuin ibu lo belanja. Biar tahu apa aja yang suka dibeli. Ayo pulang sekarang.” Omelnya kepadaku yang
berdiam di sebelah motornya.
“Iya, iya.” Jawabku dengan nada rendah.
Waa hello guys, balik lagi nih sekarang posting cerpen. Hahaha :D semoga kalian terhibur yaa, komen dan kritiknya boleh. Aku terbuka kok sama komentar dan kritik. Ini kan masih pendahuluan, masih ada dua chapter lagi untuk cerpen Perempuan ini. Terima kasih yaa sudah mau baca.